Ketika berbicara tentang dunia digital, nama Uya Kuya tidak bisa dilepaskan dari kreativitasnya yang selalu unik dan berbeda. Dari seorang artis, presenter, hingga politikus, Uya selalu punya cara menarik untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Kali ini, ia membawa ide segar: menggunakan popularitas Lucky Neko untuk mengajarkan literasi digital, khususnya bagi kalangan senior yang kerap tertinggal dalam arus perkembangan teknologi.
Uya Kuya percaya bahwa cara terbaik untuk mengajarkan sesuatu yang baru adalah melalui media yang familiar, seru, dan mudah diterima. Alih-alih memberikan ceramah panjang lebar soal internet dan aplikasi, ia memilih metode yang menghibur: memperkenalkan digitalisasi lewat permainan interaktif seperti Lucky Neko.
Literasi Digital: Tantangan Generasi Senior
Masyarakat Indonesia tengah berada dalam era percepatan digital. Hampir semua aspek kehidupan kini beralih ke platform digital: belanja, transportasi, komunikasi, bahkan pelayanan publik. Namun, tidak semua kalangan bisa mengikuti perubahan ini dengan cepat, terutama generasi senior.
Banyak di antara mereka yang masih kesulitan menggunakan ponsel pintar, mengunduh aplikasi, atau sekadar memahami fitur sederhana seperti pembayaran QR. Padahal, kemampuan ini semakin penting untuk kebutuhan sehari-hari.
Di sinilah Uya Kuya melihat peluang. Ia ingin menjembatani kesenjangan digital ini dengan cara yang tidak kaku, tidak menakutkan, dan justru terasa menyenangkan.
Lucky Neko sebagai Media Pembelajaran
Mengapa Uya memilih Lucky Neko? Alasannya sederhana: visual yang menarik, pola yang mudah dipahami, serta kepopulerannya di berbagai kalangan.
Bagi generasi senior, belajar digital sering kali terasa seperti menghadapi tembok tinggi. Mereka cenderung takut salah menekan tombol, khawatir ponselnya rusak, atau bingung dengan istilah-istilah asing. Namun, dengan Lucky Neko, mereka diajak untuk belajar sambil bermain.
Di dalam permainan itu, mereka belajar bagaimana menggunakan layar sentuh, memahami simbol-simbol, dan melatih koordinasi mata serta jari. Secara tidak langsung, keterampilan ini membiasakan mereka dengan interaksi digital yang serupa ketika menggunakan aplikasi lain, misalnya mobile banking atau marketplace.
Dari Game ke Kehidupan Nyata
Uya menjelaskan bahwa pembelajaran ini tidak berhenti di dalam permainan. Konsep yang dipelajari di Lucky Neko bisa langsung diterjemahkan ke kehidupan nyata.
Contohnya, ketika para senior sudah terbiasa menekan tombol dengan benar, mereka jadi lebih percaya diri untuk menggunakan aplikasi lain. Saat mereka memahami cara mengikuti pola visual, mereka bisa lebih mudah mengenali ikon pada ponsel. Dan saat mereka belajar sabar menunggu hasil di layar, itu melatih kesabaran menghadapi proses loading atau transaksi digital.
Dengan cara ini, Uya Kuya berhasil membuat proses belajar yang biasanya membosankan menjadi lebih ringan, santai, dan penuh tawa.
Uya Kuya dan Sentuhan Personal
Salah satu kelebihan Uya adalah gaya komunikasinya yang dekat dengan masyarakat. Ia tidak pernah terkesan menggurui. Justru ia lebih suka bercanda, berinteraksi, dan membuat orang lain merasa nyaman.
Dalam program melek digital ini, Uya sering kali turun langsung mendampingi para senior. Ia menunjukkan dengan sabar bagaimana cara menyalakan ponsel, membuka aplikasi, hingga bermain bersama-sama. Suasana yang tercipta seperti sedang berkumpul keluarga, bukan kelas pelatihan formal.
Inilah yang membuat programnya cepat diterima. Para senior tidak merasa tertekan atau takut salah. Sebaliknya, mereka merasa dihargai, ditemani, dan diajak belajar dengan cara yang menyenangkan.
Literasi Digital Bukan Sekadar Teknologi
Uya Kuya menekankan bahwa literasi digital bukan hanya soal bisa menggunakan perangkat, tetapi juga soal pemahaman etika dan keamanan.
Melalui Lucky Neko, ia juga mengajarkan bagaimana mengenali notifikasi, memahami peringatan, serta berhati-hati terhadap tautan atau iklan mencurigakan. Hal ini penting karena generasi senior rentan menjadi target penipuan online.
Dengan latihan interaktif, mereka jadi lebih peka membaca tanda-tanda di layar. Misalnya, membedakan mana tombol yang aman untuk ditekan dan mana yang patut diwaspadai.
Dampak Sosial yang Lebih Luas
Program Uya Kuya tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga pada keluarga dan masyarakat.
Banyak anak dan cucu merasa lebih terbantu ketika orang tua mereka mulai melek digital. Mereka tidak lagi kewalahan menjelaskan hal-hal sederhana berulang kali. Para senior pun merasa lebih percaya diri dan tidak lagi bergantung sepenuhnya pada orang lain.
Di tingkat masyarakat, program ini bisa mengurangi kesenjangan digital. Semakin banyak orang yang melek teknologi, semakin mudah pula pemerintah maupun swasta menyosialisasikan program digitalisasi, seperti aplikasi kesehatan, layanan administrasi, hingga transaksi non-tunai.
Uya Kuya sebagai Role Model
Apa yang dilakukan Uya menunjukkan bahwa seorang publik figur tidak hanya bisa menghibur, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat. Dengan memanfaatkan popularitas Lucky Neko, ia berhasil menyulap permainan digital menjadi sarana edukasi yang bermanfaat.
Langkah ini bisa menjadi contoh bagi tokoh publik lain. Kreativitas dan pendekatan yang dekat dengan masyarakat bisa menjadi kunci sukses dalam menyampaikan pesan-pesan penting, terutama di era digital yang penuh distraksi.
Penutup
Program melek digital melalui Lucky Neko yang digagas Uya Kuya adalah bukti bahwa inspirasi bisa datang dari mana saja, bahkan dari sebuah permainan yang sederhana. Di tangan seorang kreatif seperti Uya, permainan itu berubah menjadi media edukasi yang menjembatani generasi senior dengan dunia digital.
Lebih dari sekadar mengajarkan cara menggunakan ponsel, Uya menghadirkan rasa percaya diri, kemandirian, dan kebersamaan. Para senior merasa dihargai, didampingi, dan diberi kesempatan untuk terus berkembang.
Di tengah arus teknologi yang begitu cepat, langkah Uya Kuya mengingatkan kita bahwa tidak ada yang terlalu tua untuk belajar. Dengan pendekatan yang tepat, penuh kesabaran, dan dibalut suasana menyenangkan, siapa pun bisa menjadi bagian dari masyarakat digital.
Dan pada akhirnya, program ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang membangun jembatan antar generasi, memperkuat rasa kebersamaan, dan memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal di era digital.